baby_cow forum
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

baby_cow forum


 
IndeksPencarianLatest imagesPendaftaranLogin

 

 Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)

Go down 
PengirimMessage
Ye Hui
儿童
儿童
Ye Hui


Jumlah posting : 264
Location : Parij Van Java
Registration date : 28.09.07

Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitimeSun 6 Jan 2008 - 8:46

Halo Frens...
Senang nih tred ini ada yang suka juga...
Setelah ada tred khusus puisi, edit2 gambar/photo, sekarang gua buat tred khusus bagi yang senang nulis n pengen nulis... Smile

Semoga tred ini bisa jadi tempat menyalurkan bakat n hobi nulis...
Dan semoga masukan teman2 yang lain turut membantu teman2 yang sudah post untuk bisa berkreasi lebih baik lagi... Klai aja ntar bisa nulis buku n terbit... Smile

OK....
Selamat Posting....
Kembali Ke Atas Go down
http://www.huiono.dragonadopters.com/
Ye Hui
儿童
儿童
Ye Hui


Jumlah posting : 264
Location : Parij Van Java
Registration date : 28.09.07

Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Re: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitimeSun 6 Jan 2008 - 8:49

Masa Kecil


Beberapa anak kecil berlari riang dan kencang, seperti angin puyuh kecil yang melintasi pematang sawah. Wajah mereka mulai memerah dan keringat menempelkan rambut-rambut mereka ke pipi.
Mereka meledakkan tawa dan merasa lucu dengan sesuatu yang menjadi permainan mereka. Lalu mereka berlarian kembali. Berkejaran, dan sesekali berhenti untuk tertawa lagi.

Aku tersenyum menyaksikan mereka. Terpana akan keceriaan, keluguan dan persahabatan mereka. Dan aku kembali terlempar pada masa kecilku. Saat aku mendapatkan banyak curahan kasih sayang yang belum kumengerti sepenuhnya.

Sebagai anak kecil, aku agak nakal. Menjadikan hal-hal buruk, seperti mencuri jambu tetangga sebelah sebagai pengalaman yang menegangkan. Dan terkadang, membuat saudara perempuanku menangis. Nenekku akan mengomeliku dan suaranya terdengar sangat berisik bercampur kosakatanya yang kacau. Dan bisanya setelah ayahku pulang, nenekku akan mengadukanku dan aku akan kena tampar. Lalu aku menangis, dan nenekku menghiburku. Nenekku berbalik marah-marah pada ayahku. Ayahku, ternyata sama sepertiku, mengatakan kalau nenekku terlalu cerewet. Tapi ayahku tidak bisa lari seperti yang sering kulakukan. Ketika ayahku sedang makan itulah nenekku mengomat-ngamitkan mulutnya. Terkadang, saking terlalu semangatnya, gigi palsu nenekku sampai lepas. Aku segera berhenti menangis dan tertawa bersama saudara perempuanku.

Ibuku wanita yang cantik. Dan ibuku satu-satunya orang yang tahan dengan omelan tanpa henti dari bibir keriput nenekku. Jadi, nenekku selalu mengatakan ibuku menantu yang baik. Nenekku akan bercerita bahwa dulu dia, sewaktu menjadi menantu, harus melewati kehidupan yang sulit. Ibu mertua nenekku, yang berarti nenek buyutku, sangat galak pada awalnya. Semua berubah setelah nenekku melahirkan ayahku. Bagi mereka anak laki-laki sangat penting. Dan nenekku menyatakan kebanggaannya pada ibuku karena telah melahirkanku. Anak laki-laki yang sehat, meski agak nakal. Jadi begitulah, aku adalah cucu kesayangan nenekku. Yang sesekali bila terlalu nakal, akan kena pukul pantat.

Selain nakal, aku seorang tukang ngompol. Bila suatu pagi aku tidak mengompol, maka baik ibu maupun nenekku akan tersenyum lega dan bahagia. Tapi bila pada pagi harinya kasurku basah dan tercium bau pesing, ibuku akan menjewer kupingku dan omelan nenekku akan sangat leluasa masuk ke dalam kupingku. Aku bahkan pernah disuruh mencuci kasurku sendiri. Kata ibuku biar aku tahu kalau mencuci kasur itu tidak mudah. Tapi tentu saja itu tidak mempan. Aku masih terus mengompol. Lalu, sewaktu aku berhenti mengompol, kira-kira hampir seminggu berturut-turut, ibu dan nenekku begitu begitu gembira seolah memenangkan undian berhadiah. Bahkan untuk memperingatinya, diadakan pesta kecil-kecilan di rumah. Sayang sekali beberapa hari kemudian aku mengompol lagi. Dan ritual marah-marah ibu dan nenekku bergema kembali.

Nenekku adalah orang yang paling sering memanjakanku. Memberi hadiah di setiap ulang tahunku, yang aku sendiri lupa. Dan nenek juga yang paling memahamiku ketika aku mulai tumbuh remaja. Aku ingat nenekku meneteskan air mata bahagia ketika aku masuk SMP. Dia senang karena aku sudah tumbuh besar. Ketika wajahku tumbuh jerawat karena masa puber, nenekku yang membelikan anti agne. Padahal aku tidak membutuhkannya. Nenekku mengatakan kalau jerawat akan merusak wajahku yang tampan.

Aku sering malu karena nenekku, meskipun aku sedang bersama-sama dengan teman mainku, memperhatikanku dengan berlebihan. Ketika aku pertama kali pacaran, dia menanyai pacarku macam-macam. Membuatku menjadi gugup dan malu. Akhirnya aku sering berbohong pada nenekku. Berusaha menghindari segala bentuk perhatian.

Sewaktu aku kelas dua SMA, nenekku sakit keras dan tak berapa lama kemudian meninggal. Aku merasakan kehilangan yang sangat besar. Saat pemakaman, aku tidak bisa membendung air mataku dan menangis dengan cara yang tak pantas. Hingusku berluberan.

Nenek, sekarang aku sudah dewasa. Berkat cinta dan perhatian nenek, aku memahami arti kasih sayang sesungguhnya. Semoga aku telah menjadi seorang pria seperti yang selalu nenek harapkan.
Kembali Ke Atas Go down
http://www.huiono.dragonadopters.com/
Tamu
Tamu
Anonymous



Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Re: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitimeSun 6 Jan 2008 - 9:19

Ini cerita pendek buat ponakan ku he he he he yang masih 8 tahun biar bisa

belajar mbaca.............

TINA BELAJAR MANDIRI

“Tina, piring kamu belum dicuci yach? Kalau habis makan itu dicuci sendiri dong, masa udah gede ngga bisa cuci piring sendiri?”, ujar Bunda dari dapur.
Aku yang sedang asyik baca majalah Bobo terbaru tidak menyahut sedikitpun, meski aku mendengar teriakan Bunda!
“Eh, eh.....malah asyik baca majalah. Kamu denger ngga apa yang diucapin Bunda tadi?”.
Aku mengangguk, meski tetap sambil membaca majalah. Tiba-tiba saja majalah itu direbut oleh Bunda.
“Ah, Bunda ceritanya lagi seru”, rengutku.
“Bunda akan berikan majalah ini kalau kamu sudah cuci piring, dan kemudian belajar. Besok kamu ulangan toch. Ayo cepet!!!”.
Esok harinya dengan muka cemberut aku langsung masuk ke kelas 5, tempat aku belajar sehari-hari. Tiba-tiba saja Rudi datang mencolek-ku dari belakang.
“Ada apa nona Tina? Kok cemberut sich. Nanti cantiknya hilang”, sindirnya.
Aku menoleh malas ke arah ketua kelas ku yang bijaksana itu.
“Aku lagi marahan sama Bundaku Rud. Masa sich hanya karena lupa cuci piring aja, Bunda marah-marah dan menyita majalahku sich!”.
Rudi langsung mengerti alasan wajah Tina ditekuk seperti itu. Pulang sekolah Rudi kemudian mengajak Tina ke rumah nya yang tidak terlalu jauh dari sekolah. Tak lupa Tina menelpon rumah memberi tahu keterlambatannya. Di rumah Rudi, Tina membaca majalah Bobo terbaru, karena Rudi juga berlangganan majalah tersebut.
“Di minum dulu Tin”, sahut Rudi sambil menaruh nampan berisi dua gelas es sirup orange.
“Loh, kok kamu yang bikin sich Rud? Bukannya kamu punya Mba Ijah yang bantuin kamu?”, Tanya Tina keheranan. Rudi geleng-geleng kepala,
“Tin, Mba Ijah lagi ke pasar beli sesuatu. Lagian kalau bisa kamu kerjaiin sendiri, ngapain minta bantuan orang lain. Itu baru yang namanya Mandiri bukan mandi sendiri........”.
Tina merasa omongan Rudi ada benarnya, dan belakangan dia teringat kemarahannya terhadap Bunda! Ah rupanya memang aku yang salah dech.
Sore harinya ketika Tina sedang belajar dan mengerjakkan PR, tampak Bunda baru pulang bekerja.
“Loh siapa ini yang bikin the. Ehmm masih hangat.....enak lagi”, ujar Bunda.
“Itu Tina yang bikin Bunda. Enak ngga?”.
“Wah enak sekali, makasih yah Tina! Rupanya kamu udah bisa mandiri bikin teh sendiri. Nah sebagai imbalannya atas teh yang enak ini dan kejadian kemarin. Lihat apa yang Bunda bawa.......”.
Tina merasa senang sekali karena Bunda ternyata membawa buku favoritnya yang dia idam-idamkan. “Wah makasih yach Bunda. Tina juga minta maaf nich sama Bunda tentang kejadian semalam. Mulai sekarang Tina akan belajar mandiri dech”.
Bunda tersenyum sambil membelai kepala Tina

------------------------------------------------- S.E.L.E.S.A.I -----------------------------------------
Kembali Ke Atas Go down
Tamu
Tamu
Anonymous



Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Re: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitimeSun 6 Jan 2008 - 9:20

cerpen anak lagi nich

Anak Baru Itu Bernama Saundra

Hari ini kelas ku kedatangan murid baru dari luar kota. Kemarin Ibu Aline memberitahukan pengumuman ini lewat aku, karena aku adalah ketua kelas.
“Bud, besok akan ada murid baru dari luar kota yang akan pindah ke kelas IV. Nah ibu minta tolong sama kamu sebagai ketua kelas menemani dia dan mengajari banyak hal tentang sekolah kita yach!”, jelas Ibu Aline kemarin siang.
Aku mengangguk dengan mantap. Dalam hati aku bertanya siapa yach anak baru itu? Dan dari mana dia berasal? Duch jadi penasaran dech.
Esok paginya ketika kami sedang belajar Pkn, tiba-tiba pintu kelas diketuk dan terlihat seorang anak perempuan yang manis sekali. Wajahnya putih bagaikan batu pualam, dan rambutnya panjang lurus berwarna hitam.
“Nah anak-anak hari ini kita kedatangan teman baru. Silahkan San kamu kenalkan diri kamu kepada teman-teman yang lainnya”, sahut Ibu Aline.
Anak itu kemudian memperkenalkan dirinya, “Nama ku Saundrani Cynthia Maladewi, aku murid pindahan dari Bandung. Kalian bisa memanggilku Saundra saja”, jelasnya singkat.
Saat istirahat tiba, Saundra masih duduk termenung di bangku depan kelas. Melihat anak-anak sebayanya bermain lompat tali dan bola bekel.
Aku mendekatinya, “Hay Saundra. Kok ngelamun aja sich?”, sapaku halus.
“Bukan urusan kamu. Aku mau ngapain kek suka suka aku dong. Kok kamu yang sewot sich!”, bentaknya dengan wajah yang masam banget. Aku jadi ngeri melihat paras cantik itu berubah menjadi galak. Dengan malas aku pun meninggalkan dirinya, dan mulai sekarang aku ogah berurusan dengan dia.
Dua hari kemudian ketika aku sedang piket kelas, tampak Ibu Aline muncul dari gerbang sekolah membawa barang bawaan yang cukup berat. Dengan sigap aku membantunya.
“Terimakasih Budi kamu sudah menolong Ibu. Bud, ngomong-ngomong gimana Saundra, apa dia sudah akrab dengan teman sekelas?”, tanya Ibu Aline.
Aku menghela nafas, “Justru itu bu yang ingin saya bicarakan bersama Ibu. Saundra itu anaknya terlalu ketus. Banyak temen-temen yang ngga suka sama dia Bu. Kelihatannya aja cantik tapi dia galak banget bu”.
Ibu Aline tampak kaget mendengar jawabanku, tapi kemudian beliau tersenyum.
“Bud, tidak semua yang tampak diluar itu adalah yang didalam. Mungkin saja Saundra memiliki sesuatu di dalam”.
Aku menggaruk kepala ku tanda bahwa aku bingung dengan perkataan Ibu Aline.
Suatu waktu ketika aku sedang di Toko Buku aku melihat sosok anak wanita yang terlihat sama dengan Saundra. Namun kali ini pakaian yang dikenakannya terlihat sederhana sekali. Kelihatannya dia membawa nampan berisi gorengan. Aku mendekati Saundra dan memanggilnya.
“Loh Saundra? Kok kamu disini!”, tanyaku.
Saudra kelihatan sangat kaget sekali melihat aku. “Aku jualan gorengan disini setiap sore hari Bud. Yach ini juga untuk membantu orang tua ku. Tuch ibuku disana lagi goreng”, jawab Saundra sambil menunjuk sebuah warung kecil dan tampak ada wanita tua disana sedang sibuk menggoreng.
Esok harinya aku menceritakan kejadian tersebut pada Ibu Aline. Ibu Aline kemudian bercerita bahwa Saundra itu adalah anak kurang mampu. Dia bisa bersekolah di SD ini karena kemurahan hati seorang derwaman yang memberikan beasiswa.
“Saundra itu cerita sama Ibu, kalau dulu di sekolahnya dia suka diejek sama temen-temennya karena dia orang miskin. Makanya dia suka murung dan menjauh, supaya ngga diejek sama temen lainnya, gitu Bud”, jelas Ibu Aline.
Aku menggangguk tanda mengerti. Esok pagi saat waktu istirahat tiba aku berteriak kepada temen-temen.
“Temen-temen yang pengen jajan gorengan mulai sekarang bisa mesen sama Saundra loh. Pisang molennya enak banget”, sahutku sambil berpromosi.
Saundra kelihatan kaget sekali ketika teman-teman sekelas mulai mendekatinya. Dan akhirnya gorengan bawaan Saundra laris manis karena memang enak dan murah.
Saat pulang sekolah Saundra mendekati ku yang sedang membereskan peralatan sekolah.
“Bud makasih yach buat semuanya. Aku takut untuk berteman karena ngga mau dikatain sebagai orang miskin. Tapi berkat kamu, akhirnya aku jadi punya banyak temen. Ini ada sisa gorengan tadi buat kamu aja”, sahut Saundra sambil menyerahkan sebuah bungkusan
Aku tersenyum, “Makasih yach Saundra”.
Dalam hati aku berpikir tentang ucapan Ibu Aline ada benarnya, bahwa tidak semua orang itu terlihat jahat. Karena, ada kebaikan lain yang disembunyikan di dalam diri setiap orang.
----------------------------------------- S E L E S E I -------------------------------------------------
Kembali Ke Atas Go down
Tamu
Tamu
Anonymous



Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Re: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitimeSun 6 Jan 2008 - 9:21

Entah kemana saja langkah kaki ku akan kuarahkan. Yang kutahu hari ini aku harus menjual sesuatu, apapun itu. Kuketuk perlahan pintu sebuah rumah yang ada di belokkan kompleks ini.
“Selamat siang ibu,..........saya........”, belum sempat aku meneruskan kalimatku itu si Ibu gembrot itu langsung mengibaskan tangannya. Seolah-olah hendak mengusirku seperti majikan yang pergi meninggalkan anjingnya di tengah padang rumput. Dengan berat aku pun meninggalkan kediaman yang sama sekali tidak bersahabat itu.
Sepatu van tofel ku ini sudah sangat lusuh sekali meski setiap hari hampir aku selalu menyemirnya dengan semir sepatu sisa bekas milik Pak Udin yang selalu mangkal di ujung gang sempit dekat kost ku itu. Panas tengah hari bener-bener menari diatas kepalaku, sehingga membuat ubun-ubunku seakan menangis menitikkan keringat tanda kesedihan belum satu pun rupiah aku dapatkan di hari ini.
“Mas,......es teh tawar satu”, teriakku kepada seorang penjual HIK di pinggir jalan. Aku bisa melihat gurat kecewa si abang penjual ketika aku memesan es teh tawar itu berarti dia hanya dapat menerima tujuh ratus rupiah saja. Dengan malas dia menyerahkan minuman itu di hadapanku.
Aku langsung meneguknya habis tandas tanpa tersisa setetes pun. Hah,...sudah hampir dua minggu aku berjualan ATK ini sama sekali tidak ada yang laku. Kapan aku bisa dapat bonus kalau kayak gini? Padahal Irfan saja sudah bisa mendapatkan bonus dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah untuk 10 set ATK ditambah komisi sepuluh %. Belum cukup baru-baru ini dia berhasil kredit motor di sebuah leasing motor. Sementara aku yang mulai start bersama Irfan hanya mendapatkan uang jalan lima belas ribu per hari saja tanpa ada tambahan sedikit pun. Aku melirik jam dinding yang menempel di pojok warung HIK tersebut. Hah,.....sudah setengah satu. Pantas saja hewan-hewan kecil di dalam perutku ini sudah merengek seakan minta diisi. Aku melirik gorengan yang disajikan diatas HIK ini.
“Pisang berapa mas?”, tanyaku lirih sambil mengkalkulasi berapa sisa uangku. Apakah cukup untuk membeli satu buah pisang? Supaya aku bisa pulang dengan selamat sampe ke kost tanpa harus berjalan kaki lagi selama 47 menit.
Si abang penjual itu hanya menjawab tanpa menoleh sedikitpun, “tiga ratus rupiah. Yang lainnya juga sama”. Rupanya dia sedang sibuk memasak mie instant pesenan seorang satpam yang bertugas di Bank swasta yang ada di depan. Tujuh ratus ditambah tiga ratus berarti seribu, masih ada sisa uang dua ribu lima ratus buat naik bis dan ojek untuk sampe ke rumah. Dengan semangat aku mengambil satu potong pisang goreng untuk mengganjal isi perutku, dan serta merta aku keluarkan satu lembar seribuan dan pergi meninggalkan warung itu. Kapok aku makan disitu.
Yach apa mau dilacur, ada uang abang sayang. Mungkin pepatah itu adalah salah satu yang tepat untuk menggambarkan betapa berkuasanya uang sekarang ini. Entah orang bawah orang atas semua berebut akan kuasa uang. Orang miskin antre beras dan minyak tanah karena harganya yang setengah miring. Sampe-sampe Ibu Broto tetangga seberang harus antre dari subuh sekali untuk bisa mendapatkan dua liter minyak tanah dengan harga lima ribu empat ratus rupiah. Hah, mungkin malam ini aku terpaksa puasa lagi. Atau coba sebentar kuingat kata Pak RT, hari ini mas Dadang sakit jadi tidak bisa ikutan ronda. Ah siapa tahu saja jatah giliran makan malam hari ini jatuh ke Pak Hendra. Baik banget orang kaya itu, selalu memberikan makanan berlebih ketika ronda malam tiba.
Mungkin maksudnya memang untuk menyogok para warga sich. Orang kaya.......bebas mau ikut atau tidak asal sepanjang ada duit. Engga ikutan kerja bakti asal nyumbang dua ratus ribu rupiah untuk konsumsi beres sudah. Tidak ada celaan dari warga sekitar. Beda sekali dengan Pak Idris pembersih sampah yang tidak bisa ikutan kerja bakti karena harus mengurus Ibunya yang sakit. Mau tak mau dia tidak bisa mengganti uang kehadiran, sebab uangnya habis untuk membeli obat untuk ibunya tersebut. Tapi, ibu-ibu diujung gang sudah ribut ketika tukang sayur datang.
“Denger dech masa si Idris ngga ikutan kerja bakti. Udah dekil gitu aja sok nolak kerja bakti segala. Alasannya ibunya sakit! Bilang aja udah malas kerja ngangkut sampah gituan. Huh mahal-mahal kita bayar seratus tiga puluh tujuh ribu rupiah per bulan buat dia ngangkut sampah. Tapi kerja gitu aja udah malas”, suara sura sumbang itu pun bermunculan. Terutama dari mulut ibu usil, Bu Gembrot. Akibatnya Pak Idris pun terpaksa pindah kontrak ketimbang dia semakin dijauhi dan diberitakan yang tidak-tidak oleh warga sekitar.
Kasihan Pak Idris, sampe kemarin akhirnya aku merelakan uangku sepuluh ribu rupiah untuk bekalnya dia balik ke kampungnya di Indramayu. Meski aku tahu uang segitu tidak ada nilainya. Tapi, Pak Idris tampak berkaca-kaca sekali, “Makasih Mas Gusti. Mugi-mugi Sing kuasa ngeparengke balasanne kangge Mas Gusti”. Biar Pak Idris orang Indramayu, tapi dia fasih sekali berbahasa Jawa ketika kami bertemu. Sebenarnya Pak Idris itu orang yang baik sekali, jujur, sholeh, tak pernah mengeluh. Sering kita suka tirakat bareng, dan mengaji bersama. Siang ini aku berencana untuk masuk ke daerah ruko baru yang ada di ujung kompleks sana. Meski penjagaannya ketat, tapi aku harus berusaha untuk tetap bisa dapat menjual satu set ATK hari ini. Kalau tidak terpaksa aku harus mencari pekerjaan baru, karena supervisor ku sendiri mengancam jika hari ini aku tidak bisa menjual satu set, dia akan mencari pengganti ku yang antre di belakang.
“Kalau kamu ngga becus njual satu set aja. Udah berhenti sana jadi sales, masih ada dua ratus pelamar lebih yang ingin mendapatkan pekerjaan kamu”, ancam Pak Zakaria supervisor pendek hitam yang selalu membuat ku teringat akan Piet Hitam.
Saat aku akan berbelok, tiba-tiba saja muncul sebuah musholla putih pualam berhiaskan marmer warna merah muda. Perasaanku mengatakan kalau musholla ini dulu belum ada sekitar tiga minggu yang lalu waktu aku berkunjung kesana. Ah masa bodoh lah, toch yang penting aku juga belum shalat. Dengan segera aku melepaskan sepatu ku dan kutaruh barang daganganku di tiang sisi barat. Sesaat setelah mengambil wudhu aku melihat seorang lelaki berperawakan sedang masuk ke dalam musholla. Aku pun menepuk pundak kanannya, tanda bahwa aku ingin shalat berjamaah hari ini. Pria itu pun akhirnya menjadi imam. Kami shalat begitu khusyuk sekali. Dalam hati entah mengapa aku merasa begitu dekat sekali dengan sang Khalik. Seolah-olah Dia memandangku dengan Kuasa-Nya dari atas ke arahku. Aku tak pernah merasakan shalat yang sedemikian ini sebelumnya. Baru pertama kali ini aku bisa bisa benar benar khidmat. Hingga tak terasa mataku menggelembung seakan mau pecah. Ketika tahiyat berakhir dan aku berniat ingin salaman bersama pemuda itu. Entah mengapa dia hilang dari arah pandangan ku. Apa mungkin dia pergi duluan ketika sudah selesai berjamaah? Ah tak mungkin? Jadi siapa dia?
Perasaan takut campur aduk berkecamuk di dalam diriku. Meski merasa sedikit khawatir aku keluar dengan perlahan dari dalam masjid. Sesudah itu aku melangkah menuju arah kompleks ruko. Deretan kantor ada disitu semua. Diujung ada kantor playgroup, dia sebelahnya rumah makan, sebelahnya kantor pengacara, sebelahnya lagi sebuah BPR, sebelahnya lagi adalah kantor notaries. Pelan-pelan aku mendekat ke arah ruko pertama yang aku masuki.
Bismillah..................bisikku dalam hati.
“Selamat siang Mbak? Perkenalkan saya Gusti. Saya mau menawarkan alat tulis kantor dari brand Swalow. Kami menyediakan pulpen, pensil, penggaris, dan semacamnya Mbak......Mungkin mbak tertarik?”, sapaku sopan setelah mendorong pintu geser tersebut, tampak seorang wanita berjilbab menyambutku dengan penuh senyum.
“Silahkan duduk dulu Mas Gusti. Kebetulan saya memang lagi mencari kertas fax dan beberapa peralatan tulis menulis. Kalau boleh tahu berapa harga yang ditawarkan?”, tanyanya ramah.
Aku kemudian mengeluarkan daftar harga, toch aku juga tidak berniat menaikkan harga jual dari harga resmi. Tidak etis rasanya kalau kita sudah bekerja dengan sistem komisi masih harus menaikkan harga lagi.
“Wah harga grosir yach? Kalau gitu mas Gusti saya pesen pulpennya dua lusin, pensil nya dua lusin juga”, sahut Mbak yang akhirnya aku tahu bernama Siska.
Dalam hati aku mengucapkan kalimat tahmid yang tidak terkira, ini berarti aku mendapatkan keuntungan yang lumayan.
Segera aku membungkuskannya sambil menyerahkan notanya ke Mbak Siska.
“Kok jadi sales sich Mas? Apa ngga capek nich?”, tanyanya.
Aku hanya tersenyum, “Namanya juga orang kerja Mbak. Kalau ngga gini saya ngga bisa makan!”.
“Emang mas terakhir pendidikannya apa?”, tanyanya lanjut.
“Saya kebetulan mengambil S-1 tekhnik informatika. Tapi cuma sampe semester tujuh aja jadi belum tamat”, sipuku malu. Baru kali ini ada orang baik yang mau menanyakan diriku. Walau aku juga tidak terlalu berani menatap dalam-dalam kearah Mbak Siska karena dia bukan muhrim ku.
“Loh kenapa ngga diterusin? Keasikan kerja yach Mas?”.
“Bukan mbak, masalah klasik kok”, jawaku lagi.
Mbak Siska pun berhenti menanyakan diriku lagi. Dia kemudian menyerahkan uang seratus ribu kepadaku untuk pembayaran produk senilai total tiga puluh ribu rupiah.
“Wah ngga ada yang kecil yach Mbak?”.
“Kembaliannya buat Mas Gusti aja”, jawabnya pendek.
“Wah saya nda enak dong kalau gitu sama Mbak Siska, biar saya tukerin dulu yach Mbak sama orang yang ada di depan”.
“Eh ngga usah Mas Gusti. Bener sisanya buat Mas Gusti aja. Saya ikhlas kok”, terangnya sekali lagi meyakinkanku sambil mencegah kepergianku.
“Tapi, kok besar sekali yach mbak....tujuh puluh ribu loh Mbak”, kataku.
Mbak Siska hanya tersenyum, “Ya udah biar impas saya minta tolong dech sama Mas Gusti. Tolong saya di installin network komputer FO saya sama tiga komputer lainnya. Bisa toch Mas............?”.
Aku mengangguk, network sudah aku kuasai semenjak aku masih di semester satu saat kuliah dulu. Dengan segera aku menyelesaikan permintaan Mbak Siska. Ruko ini pun aku nilai cukup besar juga Karena terdiri dari tiga lantai dan, tiap lantainya disekat menjad 4 ruangan.
“Sudah Mbak Siska......semua sudah beres. Bisa mbak Siska check nanti. Kalau misalnya ada apa apa biar nanti saya perbaiki”, jawabku. Mbak Siska itu kemudian mulai sibuk mengecek garapanku.
“Wah bener mas sudah bisa.......makasih yach! Dari tadi saya sudah berusaha loh mas untuk mengconnect nya tapi ngga bisa bisa juga. Makanya saya minta satpam untuk mencari tenaga reparasi....eh ternyata bisa sama Mas Gusti”, jelas Mbak Siska.
Aku hanya tertunduk malu, “Kalau gitu saya mohon pamit yach Mbak. Terimakasih buat semuanya. Kalau ada apa-apa bisa contact ke nomor ini. Ini nomor kantor saya”, ucapku sambil menyerahkan selembar kartu nama kucel tersebut.
“Ohh baik baik Mas Gusti terimakasih juga atas bantuannya yach!!!”,.
Aku keluar dengan penuh senyum. Alhamdullilah hari ini aku tidak jadi dipecat, dan masih ada banyak sisa uang untuk bisa aku pergunakan.
Aku menatap selembar uang seratus ribu yang aku pegang dari Mbak Siska,....ehm aneh ech kok kelihatan lebih tebal. Masyaallah ketika aku geser ternyata masih ada 5 lembar tersisa. Rupanya uang itu melekat sedemikian rupa. Buru-buru aku menggedor pintu ruko itu lagi dengan niatan untuk mengembalikan kelebihan uang tersebut.
“Permisi Mbak Siska......misi”, sahutku.
Muncul seorang Mas-mas yang perawakkannya tinggi, “Wah maaf Mas kita ngga butuh barang”, tolaknya halus.
“Engga Mas....saya hanya ingin ketemu sama Mbak Siska aja kok mau menyerahkan kelebihan uangnya”, jawabku.
“Mbak Siska? Wah ngga ada yang namanya Mbak Siska disini Mas........emang orangnya gimana?”, tanyanya balik.
“Dia tingginya sedang pake jilbab warna biru muda dan ada tahi lalat di pipinya Pak.....”.
Lelaki itu tampak kaget dengan penjelasanku. Buru-buru dia masuk dan mencegahku untuk pergi. Dengan segera pria muda itu kembali bersama dengan seorang bapak berumur diatas lima puluh 5 tahun.
“Selamat siang mas,....saya Pak Punto manager branch kantor ini. Apa bener Mas....melihat seorang wanita muda berjilbab warna biru?”, tanya lelaki itu.
“Iya pak baru tadi siang saya kesini untuk menawarkan ATK produk saya? Memangnya kenapa pak?”.
Bapak itu kemudian tampak menghela nafas sejenak sebelum kemudian dia bercerita, “wanita muda yang bapak temui itu.....sebenarnya adalah manajer TK ini sebelum saya namanya betul Mbak Siska. Kebetulan baru kemarin dia naik haji...”.
“Alhamdullilah.....masih muda segitu sudah bisa naik haji yach Pak. Subhanallah....”, sahutku. Dalam hati pun aku bertanya apakah aku bisa menginjakkan kaki ke tanah suci?
“Namun itu dia masalahnya Mas.......waktu wukuf di Padang Arafah beliau terlepas dari rombongan besar jamaah haji Indonesia. Dan hingga sekarang belum dapat ditemukan dimana beliau berada.......jadi mungkin yang ditemui oleh mas itu bukan mbak siska yang sebenarnya”.
Wallahualam dengan kejadian tersebut....aku hanya dapat menyembunyikan rasa penasaran dan keherananku akan kejadian yang terjadi siang itu dan entah mengapa uang ratusan ribu itu tiba-tiba saja berubah menjadi mata uang real arab Saudi.
………………………………….TAMAT…………………………………….


he he he dinilai yach!!!!
Kembali Ke Atas Go down
Ye Hui
儿童
儿童
Ye Hui


Jumlah posting : 264
Location : Parij Van Java
Registration date : 28.09.07

Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Re: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitimeSun 6 Jan 2008 - 16:11

@Seven_tinus...
Beberapa kalimatnya kurang lengkap/hilang... apakah dibaca uang lagi setelah ditulis?
Terkadang apa yang ada di pikiran kita lalai diketik tangan...
Jadi maknanya menjadi kurang mengena...

Istilah2 yang digunakan, jangan hanya disingkat... pembaca kalau bisa diberitahu bahkan tanpa menyebut inisialnya... BPR, ATK atau HIK... di Indonesia, terlalu banyak penyingkatan karena orang cenderung malas menyebutnya panjang2... tapi kalau dalam tulisan, apalagi cerita, perlu diperjelas lagi...

Btw, siapa sasaran pembaca Seven_tinus?
Style penulisan ini sepertinya ditujukan buat pada remaja...
Kembali Ke Atas Go down
http://www.huiono.dragonadopters.com/
Ye Hui
儿童
儿童
Ye Hui


Jumlah posting : 264
Location : Parij Van Java
Registration date : 28.09.07

Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Re: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitimeThu 10 Jan 2008 - 10:33

Buku Tahunan (Yearbook)

Setelah membolak-balik buku tahunan yang kini terlihat lusuh, kuning dengan bintik-bintik hitam yang mungkin sekali kotoran kecoa, kamu bertanya tentang kabar si anu. Kujawab, ‘aku tak tahu.’
‘Apakah kamu tahu,’ tanyamu, ‘si anu akan menikah bulan depan?’
Aku melayangkan pandangan tiga meter jauhnya. Menembus suatu dimensi abstrak penuh misteri tertumpuk di kepalaku. Mencari-cari, sesuatu untuk pertimbangan perkataanku.
‘Baru dengar. Tapi kabar dia akan menikah sudah cukup lama kutau.’
‘Kau datang?’
‘Tidak. Aku tidak yakin dia masih mengingatku. Terus terang, aku sendiri sudah lupa padanya kalau kamu tidak menyebutnya.’
Dan bukan hanya dia. Banyak teman-temanku yang kini tidak pernah lagi kudengar kabarnya.
Kamu membalik beberapa halaman lagi dan semburan tawamu menggangguku. Tubuhmu bergetar dengan jari telunjuk yang mengarahkanku pada gambar yang kamu tunjuk. Dan aku ikut menjadi gila sepertimu. Tertawa sampai terpingkal-pingkal. Lalu setelah tawa kita mereda, kita saling geleng-geleng kepala. Wajah itu, entah berapa kali pun kita melihatnya, hanya akan membangkitkan ingatan yang kurang ajar.
Kita melihat halaman khusus guru-guru. Beberapa kita maki-maki. Meski sudah lima tahun berlalu tapi kenangan buruk masih membuat kita benci.
‘Kudengar dia sudah mati,’ katamu sambil menatap guru yang dulu paling kita benci.
Aku terdiam dan tidak mengomentari. Dulu, ketika aku dihukumnya, aku berharap agar dia cepat mati. Setiap kali melihat wajahnya amarahku meninggi. Ingin memencetnya seperti jerawat merah muda dengan nanah yang membuat tanganku gatal.
Tapi sekarang, mendengarnya betul-betul sudah mati, aku merasa begitu hampa. Tidak ada tiupan terompet kemenangan yang dulu sering kubayangkan. Dan aku mendadak tidak lagi membencinya. Juga guru-guru yang lain. Aku tidak merasa perlu membenci mereka lagi.
‘Eh!’ ujarmu sambil mengibas-ngibaskan tanganmu. Menyadarkanku dari lamunan. ’Kamu masih ingat dia kan? Coba baca ini.’
Kuperhatikan sebuah kalimat;
‘untuk dia yang tidak pernah mencintaiku. Semoga dia tau jatuh cinta padanya itu sungguh berat!’
Kuperhatikan wajah itu. Yang tidak pernah lagi kuajak bicara begitu aku tahu dia ternyata diam-diam menyukaiku.
Waktu masih SMU, kami orang-orang yang bebas. Suka bercanda dengan siapa saja. Semua kami gauli. Tidak peduli anak-anak, remaja tanggung, seumuran, mbak-mbak hingga tante-tante dan nenek-nenek. Kami cukup menikmati ketika tante-tante –termasuk ibu teman-teman kami tentu saja– memuji kami. Rasanya lebih bangga dibandingkan remaja tanggung atau anak-anak yang memuji. Teman-teman seumuran? Jangan harap mereka terang-terangan memuji. Di depan kami biasanya mereka mengatakan kami kasar, jorok dan tak punya otak. Tapi di belakang kami, mereka membicarakan sesuatu yang kebalikannya.
‘Tunggu,’ aku menunjuk sebuah wajah sendu dan menikmati kegelisahan yang tergambar di wajahmu. ‘Kamu masih menyukainya?’
Kamu membuka kedua tanganmu seperti tangan Yesus pada perjamuan terakhir.
Hanya sedikit yang tahu. Kamu putus dengannya dengan keadaan masih cinta. Dia, yang plin-plan dengan keputusannya membuatmu tidak tahan. Kamu memutuskannya dan dia berderai air mata. Selama beberapa hari, matanya dilapisi cairan duka.
Kamu menunjukkan padaku, teman-teman kita yang menikah begitu lulus SMU. Beberapa lagi, menikah tahun berikutnya. Aku memberitahumu ada satu teman kita yang tidak ada di buku tahunan ini. Dia hamil tiga bulan sebelum kita EBTANAS. Dan dia menikah tepat saat kita sedang ujian penentuan kebebasan terkekang selama dua belas tahun tanpa mengundang seorang pun dari kita.
Kamu mengatakannya sampah. Kukatakan padamu kamu jangan mengatakannya sampah. Kalau kamu sudah tua, anaknya akan mengatakanmu tua bangka. Kita kembali tertawa seperti orang gila.

Akhirnya kita bosan melihat-lihat kenangan masa lalu. Tapi aku tiba-tiba penasaran dengan diriku lima tahun lalu. Kucari kelas kita dan aku lebih dulu melihatmu. Kurus dengan muka pucat dan senyum dipaksakan. Dibawahnya kamu menuliskan;
‘Aku ingin mengubah dunia!’
Aku menatapmu. Kamu sepertinya tercengang dengan pemikiran lima tahunmu yang lalu. Semacam cita-cita luar biasamu. Kulanjutkan mencari bagianku. Ketemu. Bocah hitam kurus dengan senyum menyebalkan. Dengan yakin aku menuliskan;
‘Jadilah dirimu yang terbaik!’
Kembali Ke Atas Go down
http://www.huiono.dragonadopters.com/
Tamu
Tamu
Anonymous



Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Re: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitimeThu 10 Jan 2008 - 21:28

ehmm gue sebenernya bukan penulis yang konsen dan teliti yach bu.....

jadi itu sebenernya masih draft kosong!! ha ha ha ha yach sasaran gue

ada yang pembaca remaja ada yang bapak bapak gue nulis buat gue

nikmatin sendiri!!! do i have my own talent?
Kembali Ke Atas Go down
Ye Hui
儿童
儿童
Ye Hui


Jumlah posting : 264
Location : Parij Van Java
Registration date : 28.09.07

Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Re: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitimeFri 11 Jan 2008 - 15:08

Kalo nulis sih gak butuh bakat khusus...
Hanya butuh kemauan dan konsistensi...
Ini yang sulit...

Trus, masalah kreatifitas n imajinasi...
Kalo memiliki poin2 ini, maka kualitas tulisan akan terjamin...

Tambahan lagi... penulis TOP CLASS apalagi WORLD CLASS harus memiliki determinasi tinggi...
Kembali Ke Atas Go down
http://www.huiono.dragonadopters.com/
Ye Hui
儿童
儿童
Ye Hui


Jumlah posting : 264
Location : Parij Van Java
Registration date : 28.09.07

Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Re: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitimeSat 8 Mar 2008 - 14:23

Tradisi

Salah satu temanku, berasal dari lingkungan keluarga yang masih erat dengan tradisi. Aku masih ingat dengan beberapa aturan ketat dalam keluarganya. Beberapa kulihat dan ikut mengalaminya sendiri. Tapi kebanyakan diceritakan oleh temanku.
Salah satu yang paling kuingat adalah peraturan di saat makan. Temanku mengatakan kalau mereka tidak diijinkan bicara ketika makan. Kalau ada yang bicara, maka piring makannya akan diambil dan tidak boleh melanjutkan makan. Terkadang, bila ada salah satu anggota keluarga yang melakukan kesalahan, kakek temanku akan menghentikan makan. Dan tanpa sepatah kata, meninggalkan meja makan yang langsung membuat anggota keluarga yang lain terdiam dan bengong. Acara makan selesai begitu saja, dan tak ada yang boleh melanjutkan makan. Di rumahnya, kakeknya orang yang paling disegani.
Kalau misalnya tidak pulang pada waktunya makan, misalnya karena temanku keluyuran hingga lupa waktu, maka ketika pulang dia hanya akan melihat sisa-sisa makanan yang ditinggalkan untuknya. Dan makanan yang tersisa adalah sampah yang bahkan diberikan pada anjing, anjing pun hanya akan mendengusnya dengan curiga.
Aku dan beberapa temanku memang pada awalnya tak percaya dengan cerita temanku ini. Ini karena temanku adalah anak yang nakal. Sama nakalnya seperti aku dan lainnya. Jadi, rasanya sulit percaya kalau dia berasal dari keluarga yang demikian keras dan tampak begitu beradab. Begitu penasarannya, aku dan beberapa temanku tertarik bermain ke rumah temanku. Tapi temanku tidak mengijinkannya. Malah temanku ini menjadi marah dan berjaga-jaga. Aku dan teman-teman yang lain berpikir, tentulah temanku ini seorang pembohong besar. Kalau kami datang ke rumahnya dan mendapati ceritanya ternyata omong kosong belaka, maka ketahuanlah dia hanya mengarang-ngarang cerita saja. Dan harga dirinya tentu akan seperti air kali yang surut saat kemarau yang panjang.
Jadi, kami berempat, diam-diam menyiapkan rencana datang ke rumah temanku pada waktu yang tak terduga; saat jam makan keluarga temanku tiba. Kami mengendap-ngendap seperti pencuri ayam, saling dorong dan berbisik-bisik agar tak ketahuan. Dengan sabar kami mengamati ritual makan yang telah membuat kami begitu penasaran. Kami tidak bisa melihat tubuh temanku karena tertutup tubuh orang dewasa yang lain. Jumlah anggota keluarga temanku terlalu banyak. Sekitar sembilan orang kalau tak salah. Dan hanya beberapa saja yang pernah kami lihat.
Lalu, kaki kami mulai digigiti nyamuk karena kami hanya memakai celana pendek. Rasa gatal membuat kami mengeluh dan ribut. Kami pun sadar, semua orang yang sebelumnya duduk dengan begitu khidmat di meja pesegi panjang itu serentak menatap kami dengan penasaran. Dan tatapan-tatapan itu lalu mengarah pada temanku yang tiba-tiba kikuk di salah satu sisi meja makan. Kami menatap wajah temanku yang mendadak membuat kami menjadi serba salah. Temanku itu, yang dengan ketenangan yang tidak pernah ditunjukkan ketika sedang berkumpul bersama kami, membuka pintu dan dengan sopan mempersilahkan kami masuk. Aku dan beberapa temanku itu saling bertatapan dan sama-sama menjadi bingung. Kami pikir temanku itu akan membentak dan marah seperti kebiasaan sehari-harinya. Tapi tidak. Temanku menjadi begitu sopan. Tampak beradab dan agak sedikit ninggrat. Dia menyapa kami dengan sopan. Bukan sapaan nama-nama binatang seperti yang sering dan biasanya kami pergunakan.
Kami masih saja tak bisa percaya. Bandit kecil ini, yang berdiri di depan kami ini, seperti orang lain saja. Kami membuat lelucon dan mencoba memancing tawa. Tapi lelucon kami malah membuat perasaan kami semakin tidak enak karena temanku ini begitu tenang dan tetap bersikap demikian beradab. Dia menghindari hal-hal yang tak beradab seperti tertawa terbahak-bahak seperti yang selalu dia tunjukkan di depan kami.
Kemudian kami tersadar. Orang-orang di meja makan ternyata tidak melanjutkan makan. Semuanya terdiam. Menatap makanan dengan kedipan-kedipan tenang.
Perasaan kami menjadi serba salah. Rupanya kami telah menunda waktu makan keluarga temanku. Dan dengan malu-malu kami permisi untuk pulang. Semua orang di meja makan tetap tenang dan mengangguk singkat.
Dan kami pun pulang dengan rasa penasaran yang mengambang.

Keesokannya, temanku mengutarakan ketidaksukaannya karena kami telah datang ke rumahnya di saat yang kurang tepat. Di dalam keluarganya, setiap tamu yang berkunjung harus disambut dengan baik. Bahkan, bocah-bocah tengik seperti kami pun tetap disambut. Dan kami datang pada waktu makan. Padahal keluarga temanku selalu berusaha sebisa mungkin agar tidak menerima tamu di saat jam makan. Kejadian-kejadian tak terduga membuat seluruh anggota keluarga harus menunggu hingga tamu pulang. Seperti kemarin malam.
Mendengar perkataan temanku, kami berempat merasa bersalah. Dan selanjutnya tidak pernah datang ke rumah temanku ketika jam makan tiba.

Sebetulnya masih banyak aturan dalam keluarga temanku itu. Terlalu banyak hingga kalau aku yang berada dalam situasinya akan pusing dan mungkin akan memberontak. Tapi temanku sepertinya bisa menerimanya. Menaati semuanya dengan sempurna. Atau justru malah tidak. Di rumah dia bisa bertingkah begitu tenang dan beradab. Tapi saat bersama kami, dia mengarah ke hal-hal nakal. Tapi itu pun tidak semua kenakalan kami dia turut ambil bagian. Ketika mencuri mangga salah satu tetangga, dia akan bersembunyi di tempat yang aman. Dan kami mau tak mau harus mencuri untuknya juga. Bukannya kenapa, kalau ketahuan mencuri, kami berempat kemungkinan hanya dijewer atau dipukul pantat oleh orang tua kami. Tapi temanku, bisa dihukum seminggu tak boleh keluar rumah. Dan setiap malam harus melakukan perenungan dan penyesalan di depan altar leluhurnya.

Satu hal lagi yang sangat penting dalam keluarga temanku. Ketika tahun baru tiba, keluarga mereka akan mengadakan acara kumpul keluarga yang sangat meriah. Kebetulan ayah temanku adalah anak tertua dan kakeknya tinggal bersama mereka, maka saudara-saudari ayahnya akan berkumpul di rumah temanku itu. Pada hari pertama tahun baru temanku tidak boleh keluar rumah. Mereka akan melakukan segala sesuatu secara penuh kekeluargaan. Mereka akan pergi ke kuil untuk berdoa. Atau mengunjungi tempat-tempat istimewa lainnya.
Pada hari kedua tahun baru temanku akan diijinkan terbang dari sangkar. Dan kami akan menjemputnya dengan wajah sumringah karena hanya berkunjung ke rumahnya saja kami akan mendapatkan banyak ang pao.

Temanku itu, sekarang sudah berada di luar negeri. Menjadi seorang penting di perusahaan terkenal. Disiplin bawaan dari keluarganya membawanya pada suatu pencapaian yang luar biasa. Dia tampak begitu berwibawa ketika kami bertemu kembali. Mungkin, di perusahaannya dia akan sangat dihormati dan disegani. Dia juga akan memanggil koleganya dengan sopan santun yang terjaga. Tapi entah kenapa, ketika bersama kami, senyum tololnya masih muncul sesering ketika kami masih kecil. Dan kami masih sering menyapa dengan nama-nama binatang. Mungkin kami sendiri telah menciptakan suatu tradisi sendiri. Tradisi yang bisa kami terima dan mengerti sendiri.
Kembali Ke Atas Go down
http://www.huiono.dragonadopters.com/
Ye Hui
儿童
儿童
Ye Hui


Jumlah posting : 264
Location : Parij Van Java
Registration date : 28.09.07

Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Re: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitimeSat 12 Jul 2008 - 12:08

Kalah Dari Anjing

Kupikirkan tentang masa lalu tentang beberapa temanku, teman yang betul-betul sudah lama –mungkin teman SD– aku jadi teringat berbagai kisah konyol, tolol, absurd atau sedikit jorok. Aku anak yang nakal dulunya. Sekarang pun, kalau mengingatnya, aku masih berpotensi menjadi nakal kembali.
Tapi, aku hanya mau menceritakan hal-hal yang seru dan ada hubungannya dengan teman-temanku. Sebab kalau ternyata hal-hal itu memalukan, aku tidak sendiri. Pada saat ada orang lain yang ikut menanggung sesuatu bersamamu, maka efeknya seolah berkurang –itu menurutku.
Waktu itu aku dan teman-temanku mencuri mangga di tetangga sebelah teman baik temannya temanku yang punya anjing galak. Tapi juga punya adik perempuan yang manis. Kami memanjat pohon dengan saling menginjak pundak. Ketika di atas, kami mulai memetiki buah mangga. Karena temanku di bawah tidak becus menangkapnya, mangga itu berguling hingga ke halaman teman baik temannya temanku. Ketika dia memunggutnya, adik teman baik temannya temanku keluar karena suara gaduh dan ribut.
Kami yang berada di atas memang meneriaki dan memaki teman kami itu dungu. Temanku itu, yang baru saja kami panggil dungu jadi tersipu karena malu. Bukan karena kami memakinya dungu. Tapi karena adik teman baik temannya temanku yang menurut kami semua sangat manis, tersenyum padanya. Rupanya dia jadi malu ketahuan mencuri mangga tetangga gadis pujaan kami semua. Kami juga terdiam dan tidak bersuara lagi. Pura-pura tidak tahu apa yang sedang terjadi. Aku mengambil dua pucuk daun mangga yang masih muda dan berwarna cokelat lalu menempelkan di atas bibirku. Terlihat seperti kumis kalau dari jauh. Gadis kecil manis itu tersenyum padaku. Dan aku jadi sangat malu.
Tiba-tiba anjing teman baik temannya temanku keluar dan mulai menggongong ke arah temanku yang tadi kami panggil dungu. Dia lari terbirit-birit membawa mangga di tangan dan rasa malu di dadanya. Kami yang di atas pun tak kalah kaget. Meski anjing itu mustahil mencapai ketinggian kami saat itu.
Yah, betul saja. Pemilik pohon mangga yang sedang kami panjati keluar dan menatap kami tanpa sepatah kata pun. Buru-buru kami turun dan lari tunggang langgang. Sandal jepitku ketinggalan dan ketika aku kembali, pemilik pohon mangga sudah kembali ke dalam rumah menikmati secangkir kopinya yang sempat diteguknya tinggal setengah sebelum suara anjing menyalak menyadarkannya bahwa ada sekelompok bocah tengik yang menggerogoti pohon mangganya.
Sebetulnya rasa takut kami pada pemilik pohon mangga yang sudah tua itu sedikit berlebihan. Dia tidak akan memarahi kami atau melempari kami dengan batu. Tapi biasalah, anak-anak suka sekali menciptakan rasa takut yang akhirnya mereka ubah menjadi lelucon atau semacam kekurangajaran yang tak semestinya. Kami sering mengatakannya siluman tua yang dingin. Karena memang dia tidak pernah tersenyum atau marah. Ekspresinya selalu datar-datar saja. Kami berpikir kalau dia menganggap kami hanya setumpuk sampah. Dan itulah awal mula kami mencari gara-gara padanya. Mulai mencuri buah mangganya.

Aku ingat gadis kecil manis yang memergoki kami mencuri mangga masih di depan pintu rumahnya dan melemparkan senyum yang hampir membuatku tersandung karena aku tidak menduga dia akan melempar senyum maut di saat aku sedang terburu-buru melarikan diri. Aku menyengir ke arahnya tapi anjingnya bereaksi dengan menggonggong ke arahku. Kemudian dia memarahi anjingnya. Dalam hatiku aku begitu puas. Aku yakin gadis kecil manis itu telah terpikat padaku.
Aku menemukan teman-temanku sedang berada di rumah temanku. Mereka sudah mulai menggerogoti mangga yang salah satunya susah payah kudapat. Aku mengambil sebiji yang sepertinya sudah ada bekas gigitannya. Entah kenapa temanku tak jadi membukanya aku tak peduli. Kemudian temanku mengatakan masing-masing hanya dapat satu. Aku mulai menyadari kenapa pada manggaku ada bekas gigitan tapi tidak jadi dimakan. Rupanya manggaku satu-satunya yang belum matang. Asam dan sepat rasanya. Aku menanyai mereka, siapa yang sudah begitu bodoh memetik mangga mentah itu. Mereka begitu sepakat menunjuk ke arahku. Dan sepertinya memang benar aku yang memetiknya. Aku tidak tahu membedakan mangga matang dan mentah hanya dengan meraba-rabanya. Aku membuang mangga itu setelah gigitan ketiga karena gigiku mulai ngilu. Mereka tidak bicara apa-apa. Dan aku tak mau mengemis pada mereka supaya membagikan sedikit mangga mereka.

Oh ya, aku harus menceritakan tentang gadis kecil manis itu lagi. Beberapa hari kemudian aku bertemu lagi dengannya di sekolah. Dia kelas dua dan aku kelas tiga. Seharusnya aku kelas empat. Tapi aku pernah tinggal kelas sekali.
Aku memberinya permen dan dia tersenyum padaku. Aku menyadari kalau senyum mempesonanya yang kulihat dari atas pohon beberapa hari yang lalu ternyata termanipulasi oleh ketinggian saat itu. Ternyata tidak terlalu manis. Giginya bagian samping ternyata ompong. Ompong satu ternyata sangat aneh dilihat dari dekat. Lebih aneh dibandingkan bila aku tersenyum di depan cermin dan menyadariku gigiku yang ompong hampir seluruh barisan depan.
Ketika pulang sekolah, aku mengantarkannya hingga depan pintu rumahnya. Anjingnya yang entah dari mana munculnya menerkamku. Aku jatuh ke belakang dan kepalaku berkunang-kunang. Aku hampir saja menangis. Tapi sebagai anak kecil, aku bisa jaga harga diri juga. Aku tak mau meneteskan air mata di depannya. Dia memarahi anjingnya. Aku berharap anjingnya ditendangnya, dilemparnya pakai batu atau dipukul pakai sapu. Tapi ternyata tidak. Dia malah mengelus-elus anjingnya dan itu membuatku kecewa. Padahal seharusnya dia mengelus kepalaku yang benjol. Aku langsung berdiri dan pura-pura tegar sambil menahan rasa iriku pada anjing itu. Aku ingin sekali memisahkan mereka. Tapi bagaimana caranya?
Aku pamit padanya dan lagi-lagi dia terseyum padaku. Aku berjarak hampir tiga meter darinya. Serangan anjing itu membuatku terpental cukup jauh juga. Dan, dari jarak hampir tiga meter ini, senyum dengan ompong sampingnya terlihat begitu manis. Dan aku pikir sekarang aku sudah tahu kapan aku mulai rabun jauh. Rupanya saat aku masih kelas tiga. Aku terlalu sering membaca komik. Ah, kalau tidak mengingat tentang masa kecil, aku sampai sekarang pun lupa kapan aku mulai rabun.
Aku yang terlalu percaya diri setelah mendapatkan senyum manisnya berulang kali akhirnya memperbesar nyali. Aku mengajaknya duduk di atas jalan masuk ke rumahku yang di bawahnya terdapat parit kecil. Kami terdiam beberapa saat terbuai oleh bunyi aliran air parit yang nyaris tak terdengar dan bunyi ikan-ikan parit yang mengambil napas yang tak mungkin terdengar.
Kuputuskan untuk bersuara. Tapi aku malah mengatakan sesuatu yang menjijikkan. Aku menunjukkan padanya seonggok kotoran manusia yang terapung dan terbawa arus air parit. Kemudian aku menatap matanya yang berbinar indah.
Aku tahu perasaanmu padaku, ujarku saat itu. Tapi aku tak mau dekat-dekat anjingmu.
Dia menatapku diam. Kurasa dia malu karena berhasil kutebak isi hatinya. Tapi ternyata tidak. Dia tidak mengerti arah pembicaraanku.
“Maksudmu apa?” tanyanya dengan lugu.
Aku bilang padanya. Dia kalau menyukaiku, harus berpisah dari anjingnya. Aku tak suka pada anjingnya.
Dia bilang padaku dia menyukaiku. Tapi dia tak mau berpisah dari anjingnya. Dan kemudian dia berjalan meninggalkanku begitu saja. Tentu saja aku menjadi bingung.
Lalu dia berbalik lagi. Matanya menjadi berkaca-kaca.
“Kau jahat. Anjing itu kupelihara sejak kecil. Aku tak mau berpisah dengannya.”
Untuk pertama kalinya aku belajar tentang sakit hati. Aku kalah dibandingkan seekor anjing? Lebih sakit lagi ditolak oleh orang yang sebenarnya menyukaiku. Demi anjing?
Kembali Ke Atas Go down
http://www.huiono.dragonadopters.com/
Sponsored content





Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Empty
PostSubyek: Re: Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)   Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek) Icon_minitime

Kembali Ke Atas Go down
 
Tiny Stories (Cerita-cerita Pendek)
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Cerita" penuh inspirasi... ^o^
» mari bikin cerita yg saling menyambung... ( disambung2in )

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
baby_cow forum :: kreasiku :: karya kreasi-
Navigasi: